Tuban – Rencana pengeboran sumur air tanah oleh PDAM Tirta Lestari Tuban di Desa Montongsekar, Kecamatan Montong, menuai penolakan dari warga. Masyarakat menilai proyek tersebut kurang sosialisasi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, terutama terhadap sumber air lokal yang selama ini menjadi tumpuan warga.
Kekhawatiran Warga Soal Dampak ke Sendang Kalangan
Warga Desa Montongsekar menyatakan keberatan karena lokasi pengeboran berada sekitar 100 meter dari Sendang Kalangan, sumber mata air yang memiliki nilai ekologis dan budaya tinggi bagi masyarakat setempat.
Bagi warga, sendang ini bukan sekadar sumber air, tetapi juga simbol keseimbangan alam yang dijaga turun-temurun. Mereka khawatir aktivitas pengeboran akan memengaruhi debit air, bahkan mengeringkan sumber tersebut.
“Sendang itu bukan cuma sumber air, tapi bagian dari kehidupan kami. Kalau rusak, hilanglah sejarah dan sumber kehidupan di desa ini,” ujar salah seorang warga yang ikut menolak proyek tersebut.
Selain faktor lingkungan, warga juga menyoroti minimnya sosialisasi. Sebagian besar mengaku tidak pernah mendapat penjelasan langsung tentang rencana proyek, lokasi pengeboran, maupun dampak yang mungkin timbul.
PDAM Akui Sosialisasi Belum Maksimal
Menanggapi hal itu, Direktur PDAM Tirta Lestari Tuban, Slamet Riyadi, menyampaikan bahwa proyek pengeboran di Montongsekar merupakan bagian dari upaya memperkuat ketersediaan air bersih di wilayah Kecamatan Montong.
Menurutnya, lokasi tersebut dipilih berdasarkan kajian teknis yang menunjukkan adanya potensi sumber air bawah tanah yang memadai.
“Keinginan kami sederhana, yakni menyiapkan cadangan air bersih sebagai antisipasi kekeringan di masa mendatang. Lokasi Montongsekar secara teknis ideal untuk pengembangan suplai air,” jelas Slamet, Selasa (07/10/2025).
Ia menambahkan bahwa Kecamatan Montong saat ini hanya memiliki satu sumber utama air bersih di Desa Pucangan, yang menyuplai air ke beberapa desa sekitar seperti Sumurgung dan Pakel. Rencana pengeboran di Montongsekar ditujukan untuk memperluas layanan ke Desa Montong dan Talangkembar.
Namun Slamet tidak menampik bahwa sosialisasi belum berjalan maksimal. “Kami akui memang ada kekurangan di sisi komunikasi dengan masyarakat. Karena itu, kami putuskan untuk menangguhkan sementara kegiatan pengeboran dan melakukan koordinasi ulang,” katanya.
Alat Sudah Ditarik, Proyek Ditangguhkan
Menurut Slamet, alat pengeboran yang sempat didatangkan ke lokasi belum pernah dioperasikan. Setelah adanya reaksi penolakan dari warga, pihaknya segera menarik alat tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap aspirasi masyarakat.
“Belum ada aktivitas pengeboran sama sekali. Begitu muncul penolakan, alat langsung kami tarik. Ini murni bentuk penghormatan terhadap warga dan kearifan lokal,” tegasnya.
Belum Tahu Regulasi Radius Pengeboran
Saat disinggung mengenai aturan pengeboran air tanah, khususnya larangan pengeboran dalam radius 200 meter pada sistem akuifer yang sama, Slamet mengaku belum memperoleh informasi rinci mengenai penerapannya di Tuban.
“Kami belum mengetahui secara detail terkait regulasi itu di tingkat kabupaten,” ujarnya.
PDAM berkomitmen akan melakukan evaluasi teknis dan pendekatan sosial secara inklusif, agar rencana penyediaan air bersih tetap sejalan dengan kepentingan masyarakat dan kelestarian sumber daya air.
“Kami tetap optimis, tapi hanya akan dilanjutkan jika situasi sosial sudah memungkinkan. Ini bukan proyek industri, melainkan untuk kepentingan publik,” pungkas Slamet.
Faktor Sosial dan Proses Komunikasi Jadi Perhatian
Selain persoalan teknis dan lingkungan, dinamika sosial di lapangan turut menjadi perhatian dalam rencana pengeboran ini. Lokasi pengeboran diketahui berada di atas lahan milik pribadi Kepala Desa Montongsekar yang telah dibeli oleh PDAM Tirta Lestari untuk keperluan proyek.
Beberapa warga menilai perlu adanya keterbukaan informasi yang lebih luas terkait proses pengadaan lahan dan rencana teknis proyek, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Sejumlah pemerhati lingkungan dan kebijakan publik di Tuban menilai bahwa proses komunikasi dan pelibatan masyarakat menjadi aspek penting yang perlu diperkuat dalam setiap kegiatan yang bersentuhan langsung dengan sumber daya alam dan ruang hidup warga.
“Pendekatan partisipatif dapat membantu menciptakan kesepahaman antara lembaga penyedia layanan air dan masyarakat penerima manfaat,” ujar salah satu pemerhati lingkungan setempat.
PDAM Tirta Lestari sendiri memastikan akan memperbaiki proses komunikasi dan berupaya menampung masukan warga sebelum melanjutkan tahapan berikutnya. (Aj)
Editor : Kief